Batam – Toko OKI 8000 Batuaji masih tetap membuka usahanya untuk meraup keuntungan tanpa ada rasa bersalah terkait adanya barang yang di jual toko OKI yang tidak memiliki Logo SNI , barang tanpa SNI ini di duga dipasok atau di impor dari negara tetangga Malaysia dan Thailand.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perindustrian dan perdagangan Kota Batam Zarefriadi mengatakan bahwa barang tanpa SNI tidak boleh beredar dipasaran, itu sangat jelas dan merupakan keputusan resmi pemerintah.
“Barang impor dipasarkan, tetapi tidak disertai SNI, sudah jelas melanggar hukum,” tegasnya belum lama di gedung DPRD Batam.
Zarefriadi mengaku belum mengetahui barang barang impor tanpa SNI dan tanpa perusahaan importir yang beredar dipasaran yakni toko OKI serba 8000, Toko serba 7500.
Kata Kadis, Belum lama ini TIM pengawas Disperindag sudah Cek kelapangan. Jika barang tersebut kembali diperjualbelikan, kami akan tindak tegas,” ucap Zarefriadi dengan nada geram.
Pantauan Beritanusantaranews.com , Sabtu (27/1/18) toko OKI di Batuaji masih menjalankan usahanya. Bagaikan tak ada salah toko OKI terus menjajakan barang barang dan makanan tanpa lebel standard SNI.
Saat dijumpai, salah seorang Supervisor Toko OKI, (Elpi) tidak mau memberikan keterangan terkait toko yang diawasinya tetap beroperasi. Hanya saja elpi mengatakan bahwa mereka hanya karyawan, masalah tutup bukanya toko, itu wewenang Bos.”ucap Elpi
Praktisi Hukum, Letezia Tobing, S.H., M.Kn. terkait peredaran barang tanpa SNI Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Standar Nasional Indonesia (“SNI”).
” Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (“PP 102/2000”), SNI adalah standard yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dan berlaku secara nasional.
Terhadap barang dan atau jasa, proses, sistem dan personel yang telah memenuhi ketentuan/spesifikasi teknis SNI dapat diberikan sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI (Pasal 14 ayat [1] PP 102/2000).
Sertifikat itu sendiri adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan (Pasal 1 angka 12 PP 102/2000). Sedangkan, Tanda SNI adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional Indonesia (Pasal 1 angka 13 PP 102/2000).” terang Letezia
Lanjutnya, Sertifikat yang diberikan dapat berupa sertifikat hasil uji, sertifikat kalibrasi, sertifikat sistem mutu, sertifikat sistem manajemen lingkungan, sertifikat produk, sertifikat personel, sertifikat pengelolaan hutan produksi lestari, sertifikat inspeksi, sertifikat keselamatan (Penjelasan Pasal 14 ayat [1] PP 102/.2000).
SNI tidak diwajibkan pada semua barang. Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) PP 102/2000, SNI bersifat sukarela untuk ditetapkan oleh pelaku usaha. Akan tetapi, dalam hal SNI berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau. pelestarian fungsi lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomis, instansi teknis dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau seluruh spesifikasi teknis dan atau parameter dalam SNI (Pasal 12 ayat [3] PP 102/2000).
Jika untuk barang dan atau jasa, proses, sistem dan personel tersebut telah ditetapkan SNI, maka pelaku usaha harus memiliki sertifikat atau tanda SNI (Pasal 15 PP 102/2000).
Jika atas suatu barang atau jasa telah diberlakukan SNI wajib, maka pelaku usaha yang barang atau jasanya tidak memenuhi dan/atau tidak sesuai dengan SNI wajib, tidak boleh memproduksi dan/atau mengedarkan barang atau jasa tersebut (Pasal 18 ayat (1) PP 102/2000).
Selain itu, jika pelaku usaha telah memperoleh sertifikat produk dan/atau tanda SNI dari lembaga sertifikasi produk untuk barang atau jasanya, pelaku usaha tersebut dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi SNI (Pasal 18 ayat [2] PP 102/2000).
SNI yang telah diberlakukan secara wajib, tidak hanya dikenakan pada barang dan/atau jasa yang produksi dalam negeri, tetapi juga berlaku untuk barang dan/atau jasa impor (Pasal 19 ayat [1] PP 102/2000).
Jadi, pada dasarnya tidak semua barang atau jasa wajib SNI. Biasanya SNI wajib diberlakukan pada hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis.
Contoh beberapa barang yang wajib SNI antara lain:
1. Mainan anak-anak, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 24/M-IND/PER/4/2013 Tahun 2013 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib (“Permen Perindustrian 24/2013”). Mainan yang dimaksud adalah setiap produk atau material yang dirancang atau dengan jelas diperuntukkan penggunaannya oleh anak dengan usia 14 (empat belas) tahun ke bawah untuk bermain dengan penggunaan yang normal maupun kemungkinan penggunaan yang tidak wajar sesuai dengan kebiasaan seorang anak (Pasal 1 angka 1 Permen Perindustrian 24/2013).
2. Ban, yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 11/M-IND/PER/1/2012 Tahun 2012 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Ban Secara Wajib sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 27/M-IND/PER/5/2013 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 11/M-IND/PER/1/2012 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Ban Secara Wajib;
3. Semen, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 18/M-IND/PER/2/2012 Tahun 2012 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Semen Secara Wajib;
4. Pupuk anorganik tunggal, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 16/M-IND/PER/2/2012 Tahun 2012 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pupuk Anorganik Tunggal Secara Wajib;
5. Air minum dalam kemasan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 49/M-IND/PER/3/2012 Tahun 2012 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Secara Wajib;
6. Helm, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 40/M-IND/PER/6/2008 Tahun 2008 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Helm Pengendara Kendaraan Bermotor Roda Dua Secara Wajib;
7. dan lain-lain.
Jika atas barang atau jasa tersebut telah ditetapkan SNI wajib, dan pelaku usaha melanggar ketentuan tersebut, maka berdasarkanPasal 24 ayat [1] PP 102/2000, pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Sanksi administratif dapat berupa pencabutan sertifikat produk dan/atau pencabutan hak penggunaan tanda SNI, pencabutan izin usaha, dan/atau penarikan barang dari peredaran (Pasal 24 ayat [2] PP 102/2000).
Sedangkan, sanksi pidana berupa sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 24 ayat [5] PP 102/2000). Yang dimaksud peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain peraturan perundang-undangan di bidang Perindustrian, Ketenagalistrikan, Kesehatan, Perlindungan Konsumen dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan Standardisasi Nasional (Penjelasan Pasal 24 ayat [5] PP 102/2000.***SK/rdk