Jakarta – Tahun 2017, perikehidupan pers di Indonesia menunjukkan kondisi yang sedikit lebih baik bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. (Jumat,19 Januari 2018) Tren ini terlihat dari beberapa indikator yang diamati oleh Dewan Pers dalam catatan dan evaluasi atas program-program yang dilaksanakan oleh Dewan Pers selama tahun 2017.
Secara umum, kehidupan pers di Indonesia masih menyisakan kekhawatiran terhadap makin maraknya praktik bisnis media yang tidak profesional serta maraknya upaya penyalahgunaan profesi wartawan alias Jurnalisme anarkis. Jurnalistik yang seharusnya dapat mendorong tercapainya tujuan berbangsa, mendorong tercapainya masyarakat demokratis, berkeadilan sosial dan sejahtera.
Riak-riak muncul ketika praktik jurnalisme yang masih rendah ketaatannya pada etika jurnalisme, berkolaborasi dengan praktik bisnis maupu kepentingan praktis atas tujuan politis tertentu. Kondisi inilah yang dilihat oleh Dewan Pers sebagai bentuk anarkisme atas produk jurnalisme.
Beberapa catatan penilaian ini didasarkan pada beberapa program implementasi tugas dan fungsi Dewan Pers, sebagaimana yang diamanatkan oleh Undanga-Undang No 40 Tahun 1999 tentang pers.
Nilai Indeks Kemerdekaan Pers 2016 beranjak lebih baik bila dibandingkan dengan hasil pengukuran Indeks Kemerdekaan Pers Tahun 2015. Indeks Kemerdekaan Pers 2016 tersebut menjadi tolok ukur kondisi kemerdekaan pers, yang secara kumulatif menggambarkan bahwa 30 provinsi di Indonesia berada dalam posisi ‘agak bebas’(fairly free) yang dengan nilai indeks sebesar 68.95. Keadaan ini membaik dibanding keadaan kemerdekaan pers pada 2015 dengan hasil pengukuran indeks sebesar 63.44. Dengan demikian kemerdekaan pers Indonesia dapat dikatakan “mendekati bebas”.
Namun, bila dilihat lebih mendalam, kemerdekaan pers Indonesia pada tahun 2016 sebetulnya mengalami defisit dalam hal kebebasan-untuk (freedom for). Hal ini terindikasi dari beberapa masalah, misalnya masih terjadinya intimidasi oleh aparat atas jurnalis yang sedang menjalankan tugas meliput berita, praktik konglomerasi media yang cenderung dimanfaatkan untuk kepentingan pemilik modal, ketergantungan media yang berlebihan pada anggaran belanja media pemerintah daerah, serta sikap toleran atas praktik amplop bagi wartawan.
Selain itu, praktik jurnalisme anarkis tercermin dari masih tetap maraknya pengaduan masyarakat atas produk pemberitaan yang dihasilkan pers nasional, baik yang berplatform cetak, elektronik, maupun digital. Selama 2017, Dewan Pers menyelesaian pengaduan melalui mediasi dan ajudikasi yang dituangkan dalam 51 Risalah Penyelesaian Pengaduan ke Dewan Pers (Risalah). Risalah itu menyangkut 23 media cetak, 2 media elektronik dan 26 media online (siber).
Pada kurun yang sama, Dewan Pers mengeluarkan Pernyataan Pernilaian dan Rekomendasi (PPR) terhadap 41 media dengan rincian 16 media cetak dan 25 media siber. Pelanggaran umum, seperti tercermin dalam Risalah, dapat dirinci bahwa sebanyak 39 media melanggar Pasal 1 KEJ dan 43 media melanggar Pasal 3 KEJ, sisanya melanggar Pasal 11 media melanggar Pasal 2 KEJ.
Media-media itu ada yang melanggar Pasal 1 dan 3 KEJ sekaligus, bahkan Pasal 1, 2 dan 3 KEJ. Yang menyedihkan, ada media-media yang terindikasi melanggar asas praduga tak bersalah (Pasal 5) dan tanoa mengumumkan penanggungjawab medianya (Pasal 12) UU No 40/1999 tentang Pers.
Hal sama juga tercermin dalam PPR yang dikeluarkan Dewan Pers. Sebanyak 11 media melanggar Pasal 1 KEJ dan 26 media melanggar Pasal 3 KEJ. Seperti dalam Risalah, PPR yang dikeluarkan Dewan Pers menunjukan ada media-media yang melanggar Pasal 1 dan 3 sekaligus. Bahkan melanggar pasal-pasal lain dalam KEJ yakni Pasal 2 (4 media); Pasal 4 (2 media), Pasal 5 (media), Pasal 6 (media) dan Pasal 8 (2 media).
Dalam PPR tersebut, Dewan Pers juga menunjuk beberapa media terindikasi melanggar Undang-Undang Pers Pasal 3 (11 media), Pasal 2 (media), Pasal 6 (11 media) dan Pasal 12 (2 media).
Pendataan Media Nasional, Tugas dan fungsi penting lain yang menjadi tanggung jawab Dewan Pers adalah melaksanakan pendataan pers nasional. Program pendataan menjadi salah satu ujung tombak Dewan Pers dalam menyajikan data untuk memudahkan publik mengenali mana media yang dikelola secara bertanggungjawab dan mana media yang dikelola dengan tujuan praktis tertentu tanpa melandaskan pada fungsi pers sebagaimana mestinya.
Sepanjang tahun 2017 tercatat 950 perusahaan pers terverifikasi administrasi di Dewan Pers. Sedangkan yang telah lolos verifikasi administrasi dan faktual berjumlah 171 perusahaan pers, terdiri dari media cetak sebanyak 101, media televisi 22, media radio 8, dan media online 40.
Upaya percepatan pelaksanaan pendataan ini dilakukan oleh Dewan Pers dengan memeberikan kewenangan kepada lembaga konstituen untuk pula dapat mendata perusahaan pers anggotanya. Namun demikian pelaksanaan pendataan media ini belum cukup memadai mengingat keterbatasan operasional pelaksanaan teknis pendataan untuk menjangkau media di seluruh Indonesia.
Dalam rangka mendukung komunikasi Dewan Pers dengan publik maupun konstituen-nya, Dewan Pers memproduksi beberapa sarana komunikasi antara lain penerbitan Buletin ETIKA setiap bulan yang mengangkat isu-isu mutakhir serta program kegiatan Dewan Pers dalam kurun waktu satu bulan, penerbitan jurnal sebanyak tiga edisi yang mengangkat isu penting atas perkembangan pers mutakhir yang layak mendapat perhatian, serta peningkatan kapasitas layanan website Dewan Pers.
Jurnal Dewan Pers nomor 14/2017 mengangkat topik tentang urgensi verifikasi perusahaan pers berkaitan dengan upaya mendorong profesionalisme pers. Jurnal Dewan Pers nomor 15/2017 membahas masalah keberlangsungan intitusi pers dan jurnalisme sehubungan dengan perkembanan tekologi digital (internet) di Indonesia. Sedangkan Jurnal Dewan Pers nomor 16/2017 menyajikan analisis tentang kemerdekaan pers dan pentingnya penyelenggaraan Survei Indeks Kemerdekaan Pers di Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan peran semua pihak dalam mendukung terciptanya kemerdekaan pers yang makin baik, Dewan Pers menjalin kerjasama dengan beberapa lembaga, antara lain dengan diperbaruinya beberapa nota kesepahaman / MoU yang telah habis masa berlakunya. Misalnya MoU antara Dewan Pers dengan Polri dan Dewan Pers dengan TNI. Dewan Pers juga menjalin MoU dengan BNPT yang pada tahun 2017 merupakan tindaklanjut pelaksanaan MoU tahun sebelumnya. Selain itu Dewan Pers menyelenggarakan nota kesepahaman baru, misalnya MoU Dewan Pers dengan Kemendagri.
Dengan Polri, Dewan Pers berupaya meningkatkan kualitas koordinasi terkait penanganan kasus pers agar dalam hal kasus terkait pers, Dewan Pers mendapat kesempatan pertama untuk melakukan penilaian apakah kasus tersebut masuk pada ranah kasus etika pers atau bukan.
Sedangkan Nota Kesepahaman Dewan Pers dengan TNI lebih mengarah pada panduan liputan di lingkungan TNI maupun upaya perlindungan terhadap wartawan, hal ini didasarkan masih belum meratanya kemampuan komunikasi antara petugas TNI dengan wartawan dalam kerangka hubungan kerja secara professional.
MoU Dewan Pers dengan BNPT lebih terarah pada upaya peningkatan kompetensi wartawan dalam hal liputan berita terkait terorisme.
Selain melakukan upaya konsolidasi dan peningkatan kualitas kemerdekaan pers di dalam negeri, Dewan Pers juga berkomitmen bersama masyarakat global dalam mendukung terwujudnya praktik jurnalisme yang makin baik.
1. Penyelenggaraan World Press Freedom Day
Dewan Pers bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika menjadi focal point penyelenggarakan perhelatan konferensi media berskala internasional World Press Freedom Day (WPFD) 2017 yang digelar di Jakarta Convention Centrea pada 1-4 Mei 2017. Acara ini dihadiri oleh Presiden RI Jokowi dan Wakil Presiden RI Muhammad Jusuf Kalla serta Dirjen UNESCO Irina Bokova. WPFD2017 diikuti oleh 46 negara dan tak kurang dari 2087 peserta.
Hasil dari konferensi ini adalah disepakatinya Piagam Jakarta, yang disepakati untuk diadopsi oleh negara-negara yang hadir dalam kegiatan tersebut.
2. Konferensi Bertajuk “The Role Of Press Council Towards A Democratic Society” .
Acara ini dihadiri oleh Dewan Pers dari Indonesia, Myanmar, Thailand, Timor Leste, Australia, Selandia Baru, Papua Niugini, dan Sao Tome. Bertujuan untuk menciptakan Dewan Pers yang mandiri kalangan negara-negara Asia dan Pasifik. Acara ini menghasilkan Dilli Declaration yang intinya menguatkan butir-butir yang dihasilkan pada World Press Freedom Day di Jakarta.
3. Seminar Internasional tentang Self Regulatory Media di Bangkok,
Kegiatan ini mebahas upaya peningkatan peran Dewan Pers di sejumlah negara guna menjamin agar media dapat mengatur diri sendiri, tanpa campur tangan pihak lain.
4. Sidang IPDC UNESCO, pada pertengahan November di Paris
Dalam sidang ini Indonesia menyampaikan bahwa Indonesia mendukung dan telah menjalankan upaya rencana aksi PBB dalam upaya perlindungan untuk keselamatan jurnalis. Harapan lain yang disampaikan bahwa agar UNESCO dapat mempromosikan kepada seluruh negara anggota tentang Deklarasi Piagam Jakarta yang merupakan hasil pelaksanaan WPFD 2017 di Jakarta.
Pelayanan Ahli Pers, Sebagai tindaklanjut keberadaan Surat Edaran Mahkamah Agung mengenai Ahli Pers, serta implementasi MoU antara Dewan Pers dengan Polri, sepanjang tahun 2017, Dewan pers menerima permohonan palayanan ahli sebanyak 44 permohonan. Ddi akhir penghujung tahun 2017, Dewan pers telah mengabulkan permohonan atas pelayanan ahli sebanyak 43 layanan dan tersisa 1 permohonan yang belum dapat ditindaklanjuti dan akan berlanjut pada pelayanan di tahun 2018.
Hingga saat ini, jumlah ahli pers yang telah dilatih dan siap memberikan pelayanan ahli sebanyak 86 orang yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia.
Program Uji Kompetensi Wartawan, Gambaran atas kasus-kasus pelanggaran etik yang selama satu tahun dikelola oleh Komisi pengaduan masyarakat merupakan salah satu buntut dari tumbuh masifnya media sejak reformasi 1998 yang ditandai dengan tidak memadainya sumber daya manusia profesional yang tersedia untuk mengelola media. Ditambah dengan mudahnya membuat media maka siapapun merasa bisa membuat media walaupun pengetahuan dan pengalamannya minim.
Pelanggaran terhadap Pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik merupakan gambaran dari wartawan yang tidak pernah mendapat pelatihan. Wartawan tidak tahu bahwa karya jurnalistiknya harus merupakan informasi yang akurat (tidak salah nama, salah tanggal, salah data) dan berimbang (memberi kesempatan yang sama bagi orang yang disebut dalam berita, memberi porsi keteranganyang setara, dan tidak pernah membuat berita hanya berdasarkan satu narasumber.
Media akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik, sesuai undang-undang dan ketentuan yang ada apabila pengelolanya profesional ditandai dengan memiliki sertifikat kompetensi utama bagi pimpinan redaksi dan penanggungjawab, sertifikat madya bagi jajaran tengah seperti editor, produser, serta sertifikat kompetensi muda untuk wartawan lapangan.
Dari sisi perkembangan uji kompetensi wartawan, terjadi peningkatan yang cukup signifikan sepanjang tahun 2017. Hingga saat ini Dewan Pers telah mengeluarkan 11.811 nomor id sertifikat kompetensi wartawan dan selama Tahun 2017 Dewan Pers telah memberikan pengesahan 2.551 Sertifikat Kompetensi Wartawan.
Namun peningkatan ini belum sebanding lurus dengan peningkatan kualitas kerja wartawan, mengingat jumlah estimasi total wartawan yang aktif bekerja saat ini mencapai 80.000 orang. Dewan Pers bersama Lembaga Uji Kompetensi Wartawan yang saat ini berjumlah 27 lembaga, dituntut untuk lebih mempercepat proses sertifikasi dalam rangka meningkatkan kompetensi wartawan Indonesia.***(Rdk)