BATAM – Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Batam menggelar rapat lanjutan mengenai permasalahan sertifikat rumah warga di (RCP), RT 009 RW 04, Kelurahan Bukit Tempayan, Kecamatan Batuaji, Kota Batam, Kepulauan Riau. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I, Safari Ramadhan, didampingi sejumlah anggota Komisi I, dan dihadiri Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Batam, Makmur; Ombudsman Kepri, Lurah, Camat, serta perwakilan Warga, di Ruang Rapat Komisi I DPRD Batam, Kamis (12/5/2022).
Dalam rapat yang digelar, perwakilan warga yang hadir, mengeluh karena sertifikat rumah yang tak kunjung mereka terima dari pemilik tanah yaitu PT Ratu Baja Indah (RBI) dan pengembang (developer) dari PT Dafindo.
Ketua RT 009, Zulkarnain, mengatakan, pemilik sah dari lahan tersebut adalah PT RBI, bekerja sama dengan pihak pengembang dari PT Dafindo untuk membangun 80 unit rumah di perumahan RCP tersebut.
Setelah selesai dibangun, PT RBI memberikan kuasa kepada PT Dafindo untuk menjual rumah tersebut. 70 unit rumah dijual oleh PT Dafindo dan 10 sisanya di jual oleh PT RBI. Namun saat hendak melunasi rumahnya, PT Dafindo menghilangkan jejak.
“Saya membeli tahun 2006 dan awalnya lancar diarahkan sama PT Dafindo. Dan tahun 2008 akhir saat mau pelunasan, tiba-tiba saat saya ke kantor PT Dafindo sudah tidak ada lagi dan di depan pintu itu ada DPO dari kepolisian dan saya tidak tau masalahnya kenapa PT Dafindo kabur,” terangnya.
Lanjutnya, pada tahun 2010 ke atas, PT RBI datang dan meminta mereka, untuk mengumpulkan dokumen yang sudah ada dengan janji akan menyelesaikan sertifikat perumahan tersebut.
Mendengar hal itu, warga merasa senang dan bersedia memberikan dokumen yang dimaksud. Namun, setelah dokumen diberikan, PT RBI menaikkan harga dari yang dulu hanya Rp. 36 juta per unit, menjadi Rp. 150-200 juta per unit. “Meskipun begitu, kami menyetujui dengan syarat harus ada bukti hitam diatas putih atas kenaikan harga tersebut. Tapi sampai sekarang belum juga diberikan,” tuturnya.
Warga yang lain mengatakan, dari total 80 unit rumah, 31 warga sudah melunasi rumah mereka. Namun, belum juga diberikan sertifikat.
Menanggapi hal tersebut, perwakilan Ombudsman, Muliadi menawarkan solusi kepada warga, dengan melakukan pendekatan secara perdata, lewat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) maupun lewat lembaga peradilan. “Kami hanya bisa memberikan pandangan. Namun ada juga fungsi ganda saat ada lembaga pelayanan publik yang maladministrasi boleh dilaporkan agar kami mengeluarkan produk laporan akhir sebagai rekomendasi,” tuturnya.
Sementara itu, Safari mengatakan akan datang terlebih dahulu mendatangi perumahan warga, untuk mendengar secara jelas keluhan warga untuk kemudian dicarikan solusinya.
Selanjutnya, Ketua Komisi I, Lik Khai, menyarankan agar rapat tersebut dijadwalkan kembali karena pihak perusahaan PT RBI maupun pengembang PT Dafindo tidak datang dalam agenda rapat tersebut.
“Tadi saya ditelpon langsung sama PT RBI dan mengaku baru mendapat undangan kami tadi pagi, jadi beliau tidak sempat. Saya sarankan biar semuanya jelas, kita akan jadwalkan kembali,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala BPN Batam, Makmur membenarkan bahwa pihaknya telah mengeluarkan sertifikat untuk 80 warga di Perumahan tersebut atas nama PT RBI. Namun, ia meminta agar warga tidak khawatir karena belum ada dari daftar tersebut yang balik nama dari PT RBI.
Di samping itu, dirinya juga meminta daftar nama dari ke-31 warga yang sudah lunas untuk kemudian ditindaklanjuti.
“Yang 31 itu akan kita selesaikan kalau berkas lengkap dan sudah didaftar, saya harap warga itu cepat lengkapi AJB (Akta Jual Beli), IPH (Izin Perolehan Hak), dan BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah) kita layani 7 hari selesai,” tuturnya.
Ia juga mengingatkan kepada warga yang hendak membeli rumah, untuk tidak melakukan transaksi dengan kwitansi saja. Namun, menggunakan surat Pengikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB).
“Saya juga mengingatkan warga yang mau membeli rumah dari developer, agar mencermati terlebih dulu perjanjian yang diberikan untuk mengurangi resiko yang merugikan konsumen,” tuturnya. (Sk/ad)