JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengatakan, pernyataan Koordinator Komisi buat Orang Hilang dan KorbanTindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar terkait kesaksian Freddy Budiman tidak disertai bukti yg kuat.
Menurut Haris, ia mendapatkan keterangan dari Freddy bahwa ada oknum Polri, TNI, dan Badan Nasional Narkotika yg bermain dalam bisnis narkoba yg dijalankan Freddy.
Pernyataan Haris dinilai sudah mencemarkan nama baik Polri, BNN dan TNI, dan menjadi dasar pelaporan oleh ketiga institusi tersebut.
Haris dianggap melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
(Baca: Kapolri Sebut Haris Azhar Dilaporkan karena Cemarkan Nama Baik Polri, TNI, dan BNN)
Tito mengungkapkan, pihaknya sudah mendapatkan pledoi Freddy ketika di persidangan. Polri juga sudah mengonfirmasi kepada pengacara Freddy terkait informasi Haris.
Namun, tidak ada yg membenarkan keterangan tersebut.
Oleh karena itu, ia menilai, keterangan yg dibeberkan oleh Haris berasal dari sumber yg tak kredibel.
“Kami telah mendapatkan data pledoi dan telah kalian periksa ke pengacara Freddy. Semuanya tak ada yg mengonfirmasi informasi Haris,” kata Tito, ketika ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Tito mengatakan, laporan yg dibuat tiga institusi tersebut yaitu hal yg wajar saat merasa dirugikan dengan adanya keterangan yg prematur.
Tito menjelaskan, berdasarkan UU ITE seseorang tak boleh sembarangan mengeluarkan keterangan yg belum tentu benar dan diperoleh dari sumber yg kredibilitasnya diragukan.
(Baca: Alasan TNI Ikut Laporkan Haris Azhar ke Polisi)
Sebelumnya, Haris Azhar mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yg dikerjakan Freddy.
Kesaksian Freddy, menurut Haris, disampaikan ketika Haris memberikan pendidikan HAM kepada masyarakat pada masa kampanye Pilpres 2014.
Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar. Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak buat mengatur kedatangan narkoba dari China.
“Kalau aku mau selundupkan narkoba, aku acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yg aku hubungi itu semuanya titip harga,” kata Haris mengulangi cerita Freddy.
Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yg dibeli dari China seharga Rp 5.000.
Oleh karena itu, Freddy tak menolak seandainya ada yg menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan.
Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.
Sumber:
(red)